Senin, 23 April 2012

Wangi Hujan


Wangi hujan pertama. Kalau kamu mengaku jatuh cinta dengan hujan, maka kamu pasti akan mengenalinya. Sebutlah itu adalah aroma hujan, yang bercampur dengan tanah. Atau kamu bisa mengoogling sendiri, lalu temukan maknanya di sana.

Ketika aku menulis ini hujan memang sedang turun. Wangi hujan kemudian menyeruak memasuki kamar. Satu hal yang biasanya aku lakukan ketika hujan adalah, membuka pintu dan jendela lebar-lebar, supaya bisa menatap mereka.

Ya, hanya menatap. Aku suka menatap mereka. Aku suka mendengarkan bunyi gemerincing mereka diantara genteng. Aku suka memejamkan mata untuk mendengarkan hujan lekat-lekat. Hal ini kemudian menimbulkan nada sendiri.

Lalu, aku mulai menulis. Menulis apapun yang aku suka.

Sebelum menulis ada satu kebiasaan yang sering sekali aku lakukan yaitu, bermain-main dengan pikiran. Ada hal yang kini cukup mengganggu, yaitu soal bertumbuh dan menjadi dewasa. Ada kesimpulan yang mendadak hadir di kepala.

Sempat aku tulis di status: Semakin tua semakin jaim. Semakin lupa tuk bermain-main.

Banyak orang ketika bertambah umur semakin jaim, mereka selalu mencoba untuk memberikan nasihat kepada orang lain. Dan sebisa mungkin kata-kata positif yang keluar dari mulut mereka.

Lalu, tiba-tiba aku mulai bosan dengan tubuh orang dewasa itu. Aku merasa orang dewasa itu terlalu banyak pakai topeng. Aku merasa menjadi orang dewasa itu selalu menjaga aturan dan kesopanan dalam berperilaku dan berkelakuan.

Hm...

Lalu, masih dari status: Semakin dewasa. Semakin sok tahu. Padahal menerbangkan balon di jalan-jalan pun keindahan. butuh pengetahuan.

Jujurlah, kamu pasti pernah bertemu dengan orang ini? atau mungkin orang itu adalah kamu?

Kalau saat ini ada yang bertanya, lalu apa sebaiknya yang harus kau lakukan ketika menjadi dewasa.

Bertumbuhlah, tapi jangan dewasa.

Teruslah bermain seperti anak-anak.

Teruslah bermimpi, salah satu mimpiku yaitu, tahun 2012 aku mau ke puncak gunung idaman para pendaki. Gunung Rinjani. Aku mau bawa balon udara. Terbangkan balon dengan surat untuk kamu.

Aku mulai memejamkan mata. Dalam wangi hujan aku berdoa.

Kamis, 19 April 2012

Halte


Entah kenapa aku begitu suka halte. Aku menyukai konsep menunggu, singgah sebentar, berangkat lagi. Ada aktivitas yang dilakukan di tempat kecil seperti halte. Kadang selewat, tapi halte bagiku mengandung filosofi tertentu.

Aku tidak terlalu suka dengan keriuhan. Jika kepala ini sedang riuh, biasanya aku memutuskan untuk berjalan sendiri. Berjalan kaki itu selalu menguntungkan. Berjalan kaki juga biasanya membantuku bercakap dengan diri sendiri.

Entah kenapa aku sering menyempatkan diri untuk berjalan kaki ke halte. Halte itu manis pikir saya. Jika lewat halte, ia seperti menyapa saya. Ia menarik pantatku untuk duduk diatasnya.

Aku sering duduk sebentar di halte. Melihat beberapa aktivitas angkot yang lewat. Mengamati orang yang turun naik dari angkot. Melihata perempuan di sebelah saya yang sedang melamun. Dan Pak polisi dengan mobilnya di seberang jalan.

Sembari duduk, aku membayangkan kalau halte itu adalah hati. Sepanjang hidupmu kau banyak menunggu, ada orang yang keluar masuk, singgah sebentar, duduk-duduk, mengamati, kadang melamun, dan kemudian berangkat lagi.

Setiap orang yang duduk di halte, belum tentu punya tujuan. Tapi ada juga yang sudah mempunyai tujuan. Atau ada juga yang hanya kepingin duduk, seperti aku.

Begitupun dengan hati, kadang ada yang mampir di hatimu, tanpa tujuan. Atau kadang justru mereka punya banyak tujuan.

Aku tidak terlalu peduli. Yang penting hati saya lega, walau mata saya basah. Tulisan ini mau saya dedikasikan kepada bus kota yang waktu itu lewat ketika saya duduk di halte.

Mereka seperti menyuruhku untuk melepaskan. Begitupun hati, kadang kau harus belajar untuk melepaskan.

Senin, 16 April 2012

Melawan Diri Sendiri


Diri sendiri adalah lawan terberat, sekalipun rasa-rasanya adalah teman terdekat. Kita mengetahui seluk beluk diri kita. Jika diri kita sendiri berubah menjadi musuh, maka habislah kita.

Kerap kali aku menjadi lawan bagi diriku. Seperti ada dua sisi yang berbeda yang sedang berdebat di dalam kepalaku yang kecil ini. Tetapi tidakkah itu sebenarnya hanya fenomena pikiran dalam menimang dan mempertimbangkan sesuatu? Sebab sebelum aku bertanya pada siapapun, aku suka bertanya dulu pada diri sendiri. Maka ketika sesuatu di dalam diriku tampak bagaikan lawan, aku ingin mengalahkannya. Kupikir pemenang sejati ialah pemenang yang berhasil mengalahkan dirinya sendiri, yang hendak memberikan pialanya kepada sesama, demi kemuliaan Tuhan. Jadi tidak ada yang ingin aku ambil dari pertempuran di dalam diriku. Melawan diri sendiri bukanlah caraku mencari untung atau piala untuk diriku sendiri, melainkan caraku untuk menyerahkan diriku pada sesama.

Kadang yang dilawan diriku adalah keinginan-keinginanku sendiri. Sesuatu yang berat, yang memintaku dengan memaksa. Jikau sudah seperti itu, jangan kau biarkan keinginan di dalam dirimu tumbuh bagai benalu. Dimusuhi orang lain masih dapat dipetik sebagai pelajaran, tetapi memusuhi diri sendiri tidak mengajarkan apa-apa.

Orang melakukan apapun yang mereka ingin lakukan, tetapi aku melakukan sebagaimana aku ingin diperlakukan.

Jumat, 13 April 2012

Jika Kamu Mau


Jika kamu punya cerita cinta yang memalukan. Mungkin kamu bisa membaginya kepadaku. Aku ingat dulu, selama bertahun-tahun aku pernah mencintai seseorang. Ia cinta pertama. Tidak banyak yang tahu. Karena aku cenderung tertutup untuk urusan yang satu ini.

Menikmati cinta diam-diam. Adalah kenikmatan tersendiri bagiku. Tidak hanya itu, bisa dibilang itu juga adalah sebuah kebanggaan. Karena ketika aku mencintai, paling tidak aku masih sadar bahwa aku adalah manusia yang butuh orang lain.

Ah, klise sekali.

Tapi begitulah. Melakukan sesuatu secara diam-diam. Tanpa banyak mengumbar. Mungkin akan melatihmu untuk mengenal perasaanmu lebih dalam. Terlalu banyak cinta yang datang dan pergi. Beberapa diantaranya sangat liar. Tapi aku menikmatinya. Aku tidak pernah menolak mereka. Sejauh ini aku menjalaninya dengan kesigapan.

Tidak sempurna. Banyak kesalahan. Sampai suatu ketika aku bangun dengan pemikiran bahwa aku membutuhkan seseorang untuk dicintai karena aku tidak mau hanya membagi apa yang aku rasa dengan diri sendiri. Sungguh aku membutuhkan orang lain. Bukan hanya pasangan ia juga sahabat.

Jika memang itu adalah kamu ... aku tidak keberatan untuk berbagi segala sesuatu denganmu. Begitupun sebaliknya, aku akan mendengarkan apa yang kamu keluhkan. Aku akan ada di samping tidurmu, mendengarkanmu bercerita sampai mengantuk. Dan aku tidak segan-segan untuk menggunakan jari-jariku mengusap punggungmu yang lelah. Lalu memelukmu erat, supaya kamu selalu bisa merasakan hangatnya tubuhku.

Jika kamu mau?

Rabu, 11 April 2012

Tapi Pergilah


Aku tidak suka ini. Ketika aku hendak bergerak maju, kau selalu datang. Aku sudah tidak terbiasa lagi dengan kedatanganmu. Aku hendak berpergian. Aku hendak menjelajah tempat baru. Aku hendak terbang tinggi ke tempat dimana kau tidak bisa menjangkauku.

Lalu, kau memang tidak akan menjangkauku. Kau tidak bisa. Bagiku kau sudah mati. Bagiku kau sudah tidak seru lagi untuk dibahas di hati dan juga di pikiranku. Mau apa lagi sih? Terakhir kali kita bertemu, kau bilang kau kangen.

Ya, aku masih menjawabnya dengan: aku juga kangen.

Tapi tiba-tiba, segala sesuatu berubah. Betul? Kau buatku sedih dengan keputusan-keputusanmu. Kau bersama—sudahlah. Aku menghargai. Aku menghormati segala sesuatunya. Saat ini aku punya sayap. Sayapku satu, tapi aku ingin terbang.

Tolong, aku mohon! Jangan ganggu aku.

Berhentilah muncul di mimpiku. Berhentilah menyayangiku lewat mimpi. Berhentilah menciumku lewat mimpi. Berhentilah menyentuhku, walau hanya lewat mimpi. Aku ingin melupakanmu. Tempat tidurku kini penuh, aku meletakkan banyak bantal, supaya tak ada sisa untuk –badanmu.

Tapi pergilah.

if you're lost you can look, and you will find me
time after time
if you fall I will catch you, I'll be waiting

I’m NOT waiting for you.

Senin, 09 April 2012

Atap Rumah


Aku ini adalah lelaki yang sangat menggemari atap rumah. Aku suka duduk di sana berjam-jam menunggu dan menunggu. Aku suka duduk di sana sepanjang hari, lalu menjelang maghrib biasanya aku turun ke rumah.

Tapi besoknya aku ke sana lagi. Mengulangi hal yang sama, begitu terus setiap kali. Aku suka sekali berbicara dengan dahan-dahan. Lalu kadang berbisik-bisik dengan angin. Atau tertawa dengan burung gereja.

Hmm.. Mungkin semacam berbagi rahasia. Ya, aku punya rahasia yang selama ini aku tutup rapat-rapat. Entahlah, aku hanya takut kalau rahasia ini terbongkar. Jadi aku memilih untuk mencintai atap rumah dan bercerita dengannya.

Mari aku perkenalkan atap rumah yang satu ini, kalau dilihat dari kejauhan ia memang sedikit rapuh. Kulitnya sudah mulai terkelupas. Warna catnya juga sudah memudar. Tapi aku menyukainya. Aku suka tampilannya yang tua.

Lalu saya mulai bercerita kepada bangku taman itu. Cerita sepele yang mungkin lebih baik tidak usah aku tulis di sini. Cerita-cerita menyenangkan yang selalu membuatku senyum-senyum sekali. Tiap kali mengingatnya. Ah, lagi-lagi aku berganti. Tapi aku menikmatinya. Lalu aku akan bercerita tentangmu. Ya, kamu.

Mungkin kamu yang aku tunggu-tunggu. Mungkin karena wangimu yang selalu menggoda. Mungkin karena senyummu. Mungkin karena pengertianmu. Mungkin karena kamu yang tidak rusuh sepertiku. Mungkin karena kamu begitu terbalik. Begitulah aku, selalu menyukai sesuatu yang terbalik.

"Kamu tahu kan, jalan ke rumahku. Main ke sini yuk. Supaya aku tidak sendiri lagi."

Mungkin kamu yang sedang aku tunggu, untuk berbagi sore. Lalu kita di sana duduk di atap rumah.

Berciuman lama.