Ibu, masih ingat terakhir kali kita bertemu?
Sekitar 3 bulan yang lalu ketika aku pulang ke rumah. Waktu itu ibu berdiri di sana. Dengan senyum yang khas. Tawa yang khas. Dahi yang sedikit berkeringat. Tapi itu tidak membuat aku undur untuk berlari dan mencium pipi. Memeluk tubuh. Ibu tidak terlalu kurus seperti ketika terakhir kali kita bertemu. Waktu itu ibu sedang menunggui adik. Dan ketika aku sampai terlambat, Ibu menunggu aku di depan pintu. Hanya supaya memastikan aku baik dan sampai dengan selamat.
Karena jarak yang memisahkan, kami biasanya hanya mengobrol di telepon. Ibu terkadang menelepon hanya untuk menanyakan aku sedang dimana dan bilang hati-hati di ranah orang. Aku lebih tidak penting lagi menelepon hanya untuk bertanya hari ini sedang memasak apa.
Ibu selalu berpikir aku masih anak kecil suka lupa bawa handuk ketika mandi. Padahal aku sudah dewasa dan sudah tahu apa itu jatuh cinta dan patah hati. Banyak keputusan salah yang pernah aku lakukan. Tapi Ibu tidak pernah ngejudge. Ibu selalu mendukung.
Aku suka sekali ketika ibu memanggilku dengan “Tole” dan aku suka sekali memanggil ibu dengan “Bu'e”. Hubungan kita seperti kekasih. Tapi tentu saja cinta ibu padaku lebih dari sekedar seorang kekasih. Karena ibu punya kekasih dan itu adalah ayah.
Tidak ada yang mencintaimu seperti seorang anak kecil, sampai mencintaimu seperti pria dewasa. Hanya ibu yang bisa melakukannya. Dan aku mencintai ibu seperti apa? aku tidak tahu. Yang aku tahu, aku punya ibu yang keren. Kelak anakku punya nenek yang keren.
Ibu sedang apa? sekarang aku tambah gembur.