Selasa, 21 Februari 2012

Mencintai Dalam Diam


Terkadang banyak dari kita memilih untuk mencintai seseorang dalam diam dengan berbagai alasan. Menjaga perasaan orang, menghindari kericuhan dan mengendalikan prasangka-prasangka buruk. Mencintai dalam diam adalah caramu menyembunyikan raksasa hanya dengan dua hati kecil yang saling mengait. Suatu keberanian yang konyol tentunya.

Love is privacy, terkadang seperti teka-teki. Orang harus memecahkannya dengan menilai satu persatu senyum dan makna demi makna di balik pancaran mata. Itu tentu seru sekali. Rasa tidak amanmu hanyalah karena takut teka-teki yang kalian ciptakan akhirnya terpecahkan juga.

Aku tidak hendak merahasiakanmu karena aku takut, pun aku tidak ingin mengumbarnya untuk membusungkan dada.

Nasihat


Jelas sekali kalau patah hati bukan melulu tentang air mata yang jatuh di pipi. Atau jatuh cinta bukan hanya tentang perut yang berbunga-bunga. Mereka adalah siklus. Seperti ayah bertemu ibu. Dan kini terulang aku bertemu dengannya.

Misterius.

Tidak ada yang pernah bisa memprediksi apa-apa. Jatuh cinta dan patah hati berlaku kepada siapa saja, manusia baik-baik maupun manusia brengsek sekalipun. Jatuh cinta—patah hati—sepaket. Seperti parsel lebaran.

Tapi lebaran kini telah usai. Remah-remah nastar dan kastengel mungkin masih ada di dalam kotak kue dan belum sempat dibersihkan. Ayah yang sibuk dengan tanaman-tanaman di teras rumah. Ibu yang sibuk dengan memasak. Dan aku yang mungkin saat itu masih kecil, belum paham apa itu jatuh cinta dan patah hati.

Ketidakpahamanan membuatku penasaran. Ingin mencoba seperti apa jatuh cinta dan patah hati itu. Aku tidak bisa hanya memilih satu. Keduanya seperti sendal jepit lusuh yang berjalan beriringan. Keduanya tak bisa dipisahkan. Seperti ayah dan ibu. Aku tak bisa memilih hanya jatuh cinta kepada ayah atau ibu saja.

Ketika jatuh cinta kepada ayah, adakalanya aku patah hati. Sebaliknya ketika patah hati kepada ibu, bisa jadi ayah yang memberikanku cinta. Lalu patah hati yang lain pun menyusul dalam keadaan yang berbeda. Sayang sekali ayah tidak pernah bilang, bahwa aku harus mencintai wanita yang seperti apa.

Tapi ayah berpesan bahwa, ketika hidup, hiduplah dengan tulus-tulus saja. Pesan singkat yang tidak bisa aku lupa. Di satu sisi aku mengartikan ayah menginginkanku hidup, mencintai seperti merpati. Dan di sisi lainnya, aku mengartikannya sebagai hidup dan patah hatilah dengan tulus.

Tidak bisa memilih hanya satu. Konsekuensi adalah bayanganmu sendiri. Mengikuti kemanapun kakimu pergi. Aku ingin menelepon ayah dan mengajaknya ngobrol. Bercerita tentang jatuh cinta dengan wanita. Hanya saja beliau jauh. Bahkan antara aku, cinta anak laki-lakinya dengannya pun terhalang jarak.

Kalau sudah begini, yang dapat aku lakukan adalah mengingat-ingat nasihatnya. Dan menjalani kehidupan hari ini dengan tulus. Baik dalam keadaan jatuh cinta maupun patah hati.

Senin, 20 Februari 2012

Menjaga Cinta


Kalau sudah dicintai, jangan jadi takut. Hadapilah cinta yang kuat itu dengan berani. Milikilah rasa memiliki dan dimiliki, jagalah rasa menjaga dan dijaga, cintailah rasa mencintai dan dicintai. Jangan memiliki bagai menghakimi, jangan menjaga bagai mengurung, jangan mencintai bagai memuaskan.

Mengikat terlalu erat bisa terasa seperti jerat. Demikian cinta butuh kelembutan yang menguatkan.

Mengenalmu


Apa ada baiknya menyentuh segala seluk beluk kekuranganmu, menelusurinya sampai ke palung masa lalumu? Aku dalam keadaan tidak tenang sekarang. Memiliki hati yang hidupnya begitu misterius. Haruskah aku melihat apa yang kau lihat, mendengar apa yang kau dengar, menyaksikan hal-hal yang kau lewati, sekalipun itu mungkin akan menjadi hal termenyakitkan bagiku. Sebab merasakan apa yang kau rasakan seakan tak cukup menutup gundahku di tiap malam.

Setiap harinya kau bagai mengucap salam perkenalan, sekalipun lewat kata rindu dan sayang yang amat manis bukan kepalang. Siapakah kau, Sayang?

Pada Kenyataannya


Kau membasuh keringat di dahiku, kau memberikan aku semangat. Kau memberikan peluk yang hangat, kau mengerti benar airmataku. Kau menanyakan isi perutku, kau mengajakku makan, dan sesekali kau menyuapiku dengan tawa kecil yang bisa segera aku rindukan. Kau mengantarku pulang, kau menemuiku di tengah-tengah keramaian. Kau membuatku tetap tersenyum dan bertahan, sekalipun siang sudah berganti malam. Pada kenyataannya kau tidak mencintaiku, kau hanya seorang penyayang.

Seret Jemari


Di jendela yang masih basah di sesaat setelah rintik-rintikan awan reda, kutulis namamu dengan menyeretkan satu jariku perlahan-lahan. Entahlah, sepeninggalanmu aku jadi gemar melakukan hal-hal unik, yang bisa aku tulis terus menerus.

Jumat, 17 Februari 2012

Setia, Dimana Kau Berada?


"Setia, di mana kau berada?" by: Alberthiene Endah


Seorang perempuan mengatakan pada saya, “Setia itu hal yang paling sulit untuk dijaminkan. Cukuplah kita merasa yakin. Karena dengan itu maka hidup kita menjadi tenang…"


Katakanlah namanya Windy (32). Baru dua tahun menikah dengan Andre (34). Tak ada yang salah dari performa mereka selama dua tahun terakhir di ajang sosialisasi. Keduanya menunjukkan tampilan bahagia khas pengantin baru dengan segala ciri kemesraan yang hangat. Semua mahfum melihat bagaimana mereka mengumbar mesra. Setiap pasangan memang memiliki momen-momen bahagia yang solid pada fase tertentu.


Itu dua tahun terakhir. Dan belakangan ini Windy sudah tak mengubar bahagia yang sama. “Aku nggak tahu harus ngomong gimana. Iseng aku membuka BB Andre dan aku terkejut melihat isinya. Benar-benar syok. Dia punya rantai komunikasi yang erat dan mesra dengan dua orang perempuan. Aku benar-benar terpukul. Kalimat itu sama bobot mesranya dengan yang sering Andre lakukan padaku. Aku nggak percaya suamiku bisa seperti itu….”


Performa hangat mereka kemudian menguap, kering. Dan bisu. Windy kemudian mengaku bahwa dia sudah tidak bisa lagi merasakan kehangatan pernikahan seperti sebelumnya. Walau Andre berkali-kali mengatakan bahwa komunikasinya via BB dengan dua perempuan tersebut hanya sebatas guyon karena mereka adalah kolega kerja, kepercayaan Windy sudah berkurang drastis.


“Walau nggak ada yang berubah darinya, dia tetap pulang ke rumah tepat waktu, selalu menyediakan seluruh waktunya di akhir pekan untukku dan rajin menelepon, perasaanku sudah tidak sejernih dulu. Saat dia berkata-kata di telepon, aku selalu membayangkan apakah dia juga mengatakan itu pada perempuan lain. Apakah saat dia mesra padaku, hatinya sungguh terarah padaku?” Windy berkaca-kaca. “Sungguh tersiksa ketika kita kehilangan rasa percaya.”


Itu Windy. Kisah Erika (26) lain lagi. Menjalin hubungan cinta dengan Dhani (29) sudah empat tahun. Rencananya, tahun depan mereka akan menikah dan persiapan menuju momen indah itu sudah dilakukan sejak sekarang. Tak ada yang digelisahkan Erika dalam perjalanan menuju pernikahan itu, lantaran dia sudah merasa bahwa keletihan seberat apa pun merupakan bagian dari perjalanan sakral menuju pelaminan. “Kurasa kerepotan dan keringat letih saat mempersiapkan pernikahan adalah hal yang akan menjadi kenangan indah setelah kami menjadi orangtua kelak,” cetus Erika.


Tapi beberapa waktu belakangan ini Erika mengaku segalanya telah berubah. “Aku memergoki Dhani menemui mantannya, Linda. Walau Dhani mengatakan bahwa mereka tak sengaja bertemu di mal dan tak ada yang mereka lakukan kecuali hanya duduk makan dan ngobrol, tapi perasaanku kini dikotori kecurigaan….” Erika menunduk sedih.


Ia lalu melanjutkan. Dhani menunjukkan pembelaan dirinya dengan terus menemui Erika. Berulangkali meyakinkan bahwa tak ada yang perlu diresahkan dari peristiwa itu. Pernikahan mereka akan berjalan indah dan persiapan resepsi seharusnya diisi dengan kehangatan dan kegembiraan. Erika sebetulnya sangat percaya bagaimana besarnya cinta Dhani padanya. Tapi, “Aku seperti dihadapkan pada realita….mau naik pesawat terbang dan semua awak mengatakan aku akan baik-baik saja, tapi sebelum naik pesawat aku sempat melihat sesuatu yang mencurigakan di mesin pesawat. Apakah aku bisa terbang dengan perasaan nyaman?


Itu amat menyedihkan Erika. “Aku tak berminat untuk curiga dan memaksa Dhani memastikan bahwa dia tak memiliki hubungan dekat lagi dengan mantannya. Tapi aku juga tidak bisa menampik bahwa di sudut hatiku bertengger kekawatiran, apakah pernikahanku nanti akan steril dari rasa gelisah ini? Apakah Dhani benar telah melupakan mantannya? Apakah mantannya akan terus membayangi pernikahan kami kelak? Sungguh ini adalah perasaan yang sangat tak nyaman selama mempersiapkan pernikahan….”

ooOOoo


Kita memang tidak akan pernah bisa menyelami hati seseorang dengan jaminan. Bahkan orang terdekat sekali pun. Setiap manusia memiliki area sangat private yang tak terbantahkan. Yakni, hati sendiri. Dalam sebuah hubungan cinta keberadaan isi hati seringkali menjadi “momok” yang menciptakan ketegangan, ada atau tidak ada kasus.


Tidak ada kasus? Ya, bahkan kasus yang tak ada pun bisa mencuatkan kegelisahan akan kesetiaan. Dengar kisah Riana (25).


“Aku tak pernah merasakan gundah yang tak nyaman seperti ini. Aku baru setahun pacaran dengan Ryan. Tak ada yang salah dalam hubungan kami. Ryan cowok yang baik, penuh perhatian, romantis, dan tampaknya…setia.”


Kata ‘setia’ diucapkan Riana dengan lirih. Ia kemudian melanjutkan cerita. Beberapa waktu lalu ia dihampiri sepupunya, perempuan berusia 30 tahun, yang hendak mengajukan cerai dengan suaminya. Alasan cerai, suami yang dipercaya sebagai sosok setia itu ternyata kedapatan punya simpanan. Begitu hebatnya syok yang dialami sepupu ini, hingga ia harus bolak-balik ke psikiater.


“Dari peristiwa yang dialami sepupu, aku jadi belajar tentang satu hal. Bahwa sesuatu yang terlihat baik, steril, sempurna, belum tentu membungkus sesuatu yang baik pula. Tiba-tiba saja aku begitu kawatir bahwa Ryan yang kukenal sebetulnya hanyalah separuh dari Ryan. Aku takut ada yang tidak kukenali darinya. Aku takut dia bukan cowok yang jujur….”


Dari tiga kisah di atas kita melihat dengan jelas bahwa yang paling krusial dalam kekawatiran akan kesetiaan adalah perasaan tak percaya. Perasaan terancam. Perasaan yang tidak bisa lagi utuh untuk meyakini bahwa pasangan hidup memiliki konsentrasi cinta 100% pada mereka.


Cukup menarik menyimak pendapat Lona, 30, tentang kesetiaan. “Well, kita hidup di dunia yang berada di luar hati. Kita bergerak, bertindak, berbicara dalam kancah di luar hati. Seperti apa yang bergejolak dalam pikiran dan hati? Kita semua memiliki rahasia. Memiliki apa yang kita simpan dalam hati. Namun, orang-orang yang terlahir untuk mencintai dengan benar akan menunjukkan sikap yang benar pada pasangan….” Tutur Lona. “Tidak ada satu pun dari kita yang bisa berenang ke dasar hati orang lain, termasuk pasangan kita. Yang bisa kita lakukan adalah berharap yang terbaik darinya dan mengapresiasi apa yang dia buat untuk kita. Jika dia menunjukkan gelagat baik, hargai itu. Jika dia menunjukkan gelagat tak baik, hal sepenuhnya ada di tangan kita. Tapi jangan siksa diri kita dengan kecurigaan tak berdasar….”


Menurut Lona, banyak kasus ketidakpercayaan akan kesetiaan semakin rumit karena salah satu dari pasangan itu terus menerus menyuburkan perasaan cemas dan menuai panen kegelisahan tak henti-henti. Yang menjadi korban akhirnya hubungan cinta itu sendiri.


“Kenapa tidak berkomunikasi dengan terbuka dan membicarakan itu dengan tuntas. Tuntas dalam arti kita bisa mencapai titik ikhlas dan memulai perasaan baru yang lebih jernih,” lanjut Lona. Memang sulit. Tapi jika tidak begitu, kita hanya membawa pikiran dalam belukar yang keruh.


Ya, setia atau tidak setia kadang memang tak pernah bisa mengalir dalam gambaran yang jelas. Kita tidak akan pernah bisa melihat keyakinan. Yang bisa dilakukan adalah menciptakannya. Menyamankan diri sendiri. Belajar memercayai, jika kita memang yakin dia cinta kepada kita. Perjalanan cinta dengan konkrit akan memberikan sinyal-sinyal yang jelas tentang kapan kita harus bertindak untuk mempertanyakan itu. Dan perjalanan cinta mungkin juga akan memberitahu kita bahwa kegelisahan yang mengotori hati kita sama sekali tak beralasan.


Adalah manusiawi jika kita mempertanyakan kesetiaan. Tapi lebih manusiawi lagi bila kita belajar menumbuhkan kepercayaan….

Love,

Alberthiene Endah

Kamis, 16 Februari 2012

Sentak Pembohong


Akhirnya aku tersenyum lagi, senyum yang kecil, senyum yang sama yang pernah kulempar untukmu. Seharusnya aku lebih berekspresi, sebab kebohongan ini amat menyentak. Aku ingin melangkah mundur sambil memberimu tepuk tangan. Kau hebat. Ini panggungmu, tempatmu, sementara aku terlampau merasakanmu.

Terkadang, pengakuan adalah pukulan yang telak. Terima kasih, setidaknya setelah aku ketahuan, kau tidak menyangkal. Sekarang aku harus bagaimana? Kenyataannya ternyata, hatiku yang berbicara dengan otakmu.

Aku tidak tahu harus bagaimana sekalipun aku tahu aku salah. Orang yang salah patut dihukum sebelum pintu maaf terbuka lebar. Namun hukuman apa yang pantas untuk pembohong? Beri tahu aku apa! Aku tidak mungkin hanya sekadar menghujan sumpah, sebab kata-kata kutuk tidak seharusnya keluar dari mulutku. Mungkin suatu hari, saat kau telah menggenggam segala keinginanmu, kau hanya akan bertanya aku di mana, sambil menyiksa diri sendiri.

Familly


Keluarga adalah pintu yang paling terbuka lebar di saat aku terpuruk dan susah.

Rabu, 15 Februari 2012

Heart In Waiting


Cinta akan indah pada waktunya.

Ini yang aku rasakan. Pernah dengar istilah evaluasi hati? mungkin kamu pernah dengar tapi belum pernah coba untuk melakukannya. “Evaluasi Hati” adalah istilah yang biasanya aku gunakan ketika, aku hanya ingin sendiri “mendengarkan” hati.

Tetapi sebelum bisa “mendengarkan” hati. Aku mengobrol dengan beberapa orang yang sekiranya punya pemikiran dan masukan yang bagus untuk masalah yang sedang kuhadapi. Selanjutnya yang aku lakukan adalah aku akan duduk. Tenang. Mendengarkan hati.

Hati tidak bisa dibohongi. Ia seperti seorang sahabat, yang tidak hanya akan mendengarkan ceritamu. Ia mampu bicara. Ia mampu berbisik tentang nasihat yang ia rasa paling baik untukmu. Ia tidak akan membiarkan kamu jatuh. Ia tidak akan membiarkanmu melakukan kesalahan.

Ia begitu sederhana. Yang perlu aku dan kamu lakukan adalah mendengarkannya.

Untuk kasus tertentu, aku memilih untuk mendengarkannya. Walaupun dalam banyak hal, aku ini anak bandel dan suka semaunya sendiri. Tapi tidak kali ini. Kali ini aku musti taat. Dan mau mengalah untuk mendengarkan hati yang sebenarnya.

Aku pernah menulis begini : “kenapa musti takut patah hati? karena patah hati sebenarnya mengajarkan kita supaya lebih jago membalut.” Tetapi waktu itu, mungkin di hatiku masih terlalu sedikit borok. Belum terlalu banyak. Aku masih sanggup untuk membalutnya.

Tapi apa yang akan kamu lakukan jika borok di hatimu sudah begitu banyak? dan kali ini kamu kelabakan.

Saranku, berhentilah sakiti hatimu sendiri.

Cobalah sekali-kali ajak hatimu mengobrol dan dengarkanlah dia.

Lebih baik menunggu waktu yang tepat, supaya bertemu hati yang tepat.

Sampai di sini, akhirnya aku mulai mengerti sedikit tentang kalimat “jagalah hatimu dengan segala kewasapadaan, karena darisitulah terpancar kehidupan.”

Aku dan kamu punya sebuah tugas untuk menjaga hati kita masing-masing. Bukan malah menitipkannya sembarangan kepada orang lain.

Selasa, 14 Februari 2012

Rintik


Rintik hujan begitu tipis.

Mengganggu pemandangan kita. Yang sedang saling bergandengan tangan, pipi bertemu pipi, menginginkanmu dengan sangat. Tidak ada toleransi tentang ini.

Dan saat ini kita saling bertatapan, kamu bisa melihat bening mataku dengan jelas bercampur dengan air mata, bahkan air mata ini pun menginginkanmu dengan sangat. Aku menginginkanmu! dengan seluruh jiwa dan air mata.

Kamu tertawa. Tawa yang khas. Tawa yang selalu buatku bahagia. Di sana aku bisa melihat mata kamu yang biasanya sendu begitu ceria. Karena mata itu yang membuatku begitu jatuh cinta. Aku memilih mata itu dari semua mata yang pernah kutemui. Kenapa? ah, jangan pernah tanya kenapa. Jatuh cinta titik. Tidak pernah aku kepikiran alasan yang lain.

Kamu bingung. Melihatku dengan tatapan bertanya seperti “kok bisa?” Tentu saja “bisa” begini: seperti rintik hujan tipis di luar, kenapa mereka memilih untuk jatuh?

Dan kali ini, kamu memandangku dengan tatapan semakin aneh. Kamu bilang bahwa aku gila. Aku adalah orang gila yang mungkin terlalu jatuh cinta kepadamu. “MUNGKIN?” spontan aku meneriaki kata itu keras diantara hujan tipis dan jaket serta pakaianmu yang kini mulai basah.

Tak ada kata “MUNGKIN” ketika aku bilang cinta kepadamu. Kecuali jika kamu sendiri yang tidak percaya.

Terserah.

Lalu kamu masih melongo dengan binar mata yang sama.

“Boleh aku cium mata kamu?”

Kamu mengangguk.

Senin, 13 Februari 2012

Bermimpi Ribuan Kali


Rasa sering bertabrakan dengan keadaan, bahkan keinginan. Sesampainya apa yang diinginkan adalah apa yang dirasakan, mungkin barulah itu. Namun untuk menunggu cinta dan keinginan melebur menjadi satu, mungkin aku harus bermimpi ribuan kali.

Beri Aku


Apa yang dari kamu bisa tidak memuaskan, tetapi berikanlah aku apa saja, entah itu masakan, entah itu sepatu, entah itu baju, apapun itu, pilihlah untuk aku, karena yang dari kamu setidaknya tidak mencelakakan.

Ariel - Dara


Dalam benak selalu bertanya. Apa yang Ariel pikirkan ketika mencipta lagu Dara?

Mungkin banyak dari kita dan termasuk aku, yang mengecam perbuatan Ariel kurun beberapa waktu lalu. Tapi kini mungkin semua telah berbeda. Aku tidak ingin masuk kepada golongan orang yang terus-terusan mengingat kesalahan orang. Pernah ku katakan,

"Aku ini bodoh, tetapi orang bijak memberi maaf."

Aku salah satu orang yang percaya dengan kesempatan ke-dua. Dimana orang yang bersalah dan telah menjalani hukuman, layak untuk dimaafkan.

Kembali lagi pada lagu tersebut. Ada makna yang dalam dalam lirik lagu Dara. Makna bahwa seseorang ingin mencintai dalam keheningan. Seperti aku yang tidak ingin mencintaimu seperti berada dalam arena.

Ariel Peterpan - Dara

Jangan-jangan kau bersedih
Ku tahu kau lelah
Tepiskan ke ujung dunia
Biarkan mereka-mereka
Tenangkan hati di sana

Ketika lelah
Mimpi yang menenangkan
Biarkan semua-semua

Kurangi beban itu
Tetap lihat ke depan
Tak terasingkan dunia
Dua jiwa yang perih
Masih ada di sana, untuk kita berdua
Dalam hati yang bersatu
Tempat kita berdua

Dan jangan kau bersedih
Kutahu kau lelah
Tepiskan ke ujung dunia

Minggu, 12 Februari 2012

Setiap Akhir Kisah adalah Awal dari Sebuah Kisah Baru


Perjalanan panjang yang dilakukan untuk bertemu dengan seseorang. Mungkin cinta itu adalah perjalanan panjang itu sendiri. Untuk kehilangan—menemukan—tidak lagi menemukan.

Ketika mencintai terlalu dalam ada risiko. Risiko bahwa bisa jadi kita tidak akan pernah ada bersama-sama dengan orang itu seumur hidup. Risiko untuk tidak pernah memiliki. Tapi apa kita pernah benar-benar memiliki seseorang?

Aku pikir ada kepastian di akhir. Akhir adalah kesimpulan. Aku selalu mengira akhir dari segala sesuatu adalah jawaban. Padahal belum tentu. Akhir bisa jadi justru adalah proses mengawali. Akhir bukanlah penutup yang selama ini kita cari. Akhir adalah awal yang baru. Memulai kembali. Dan tidak tahu kapan kita bisa mengakhirinya.

Untuk alasan cinta mati sekalipun. Kita tidak bisa memiliki seseorang. Karena setiap orang punya “free will” hal inilah yang pada akhirnya memiliki kita. Sedangkan cinta bagiku juga punya “free will”-nya sendiri. Seperti cupid yang memanah. Ia hanya memanah. Tidak pernah merencanakan targetnya siapa.

Perjalanan dengan seseorang sepanjang hidup. Pahit dan manis. Patah hati tidak membuatku dan kamu kapok jatuh cinta. Bagiku berjalan dengan seseorang bukan persoalan fisik dimana aku akan eksis kelihatan berdua. Atau akan “eksis” ketika “kelihatannya” punya pacar. Lalu kemudian pacaran itu hanya sebatas “status” di facebook.

Ketika aku punya pengalaman bersama dengan seseorang itu seperti kisah. Kisah mengucap selamat pagi. Kisah bercerita sebelum tidur. Lalu seseorang itu bukan hanya pasangan. Tetapi kami adalah sahabat. Ia hanya perlu ada di sana mengucap selamat pagi dan bercerita kembali sampai pagi.

Kamis, 09 Februari 2012

Cintai Diri Sendiri


Sebelum menaklukan orang lain, taklukan diri sendiri!

Sebelum mengampuni orang lain, ampuni diri sendiri!

Sebelum berdamai dengan orang lain, berdamailah dengan diri sendiri!

Karena bila ada saat di mana dunia tak lagi melihat aku, aku punya dunia sendiri.
Bila ada saat di mana seseorang tak lagi mencintaiku, aku masih punya kecintaanku sendiri.

Telah Kujumpai


Telah kujumpai yang indah-indah tetapi bukan kamu. Aku tidak bodoh dan mengatakan mereka buruk, tetapi aku tidak lemah dan mencintai mereka.

Berat Hati


Tertuang di dua mata.
Terlalu banyak, sampai tumpah basahi pipi.
Terpaksa tangan harus terangkat, mengusap lagi tetesan sayang.

Berat hati menahan, tetap waktu melaju.
Hendak mengadu nasib, langkah teriring doa.
Mungkin rindu menumpuk, namun tak harus murung.

Dia di seberang laut.
Kita di bawah langit.
Cinta di atas bumi.
Mimpi di tengah-tengah.

Beri Aku Tanda


Kadang, tanda tanya dari seberang situ membuat titik dua tutup kurung buat sini

Kadang, tanda seru berbaris dari situ dengan kapital membuat titik dua petik dan buka kurung. Sini terkurung dalam murung

Kadang, demi membuat titik dua tutup kurung untuk seberang situ, disini menabung ribuan tanda tanya

Kadang, ketiadaan tanda dari seberang situ, membuat titik titik di dalam sini, dan lalu turun titik dari mata, memberi tanda ke tanah

Beri aku tanda. Aku perlu tahu kamu ada.

Senyum Sederhana


Suara yang indah itu berasal dari senyum yang sederhana. Tidak ada keluhan sama sekali.

Senin, 06 Februari 2012

Bintang Jatuh


Saat bintang jatuh, yang aku pikirkan hanyalah apakah bintang itu terluka parah. Maka harapanku, semoga bintang itu baik-baik saja.

Melupakan Bayang-Bayang


Bagaimana melupakan seseorang, itu pertanyaan konyol yang selalu aku dengar. Dengar! Kita manusia memiliki kemampuan untuk melupakan, tetapi sekali lagi sampai berbusa mulut mengulang-ulang, bahwa yang terpenting bukanlah kita harus melupakannya, tetapi bagaimana kita tidak harus mengingat-ingatnya.

Aku pikir kita bukan tidak bisa, tetapi tidak ingin, atau jangan-jangan tidak siap. Saat kita merasa sakit, yang kita pikirkan hanyalah “andai rasa sakit ini bisa sembuh dalam sekejap.” Kau tahu, untuk menerima suatu kesembuhan, semuanya perlu proses, sebab waktu perlu berjalan. Jadi jangan karena kita tidak lupa mengingat seorang hari ini, kita jadi melupakan hari esok. Itu saja.

Aku tahu, memang menyebalkan saat mengetahui bahwa masih dia saja yang terbayang setiap malam. Tapi paling tidak, jika kita memiliki aktivitas atau hobi tertentu, aku rasa bayang-bayangnya bisa perlahan-lahan teralihkan. Karena itu saja masalahnya. Yaitu bukan karena kita tidak bisa melupakannya, melainkan karena kita kesepian dan memandangi kesendirian dengan terlalu serius.

Beliau


Beliau menua, tulangnya tak sekuat dulu, matanya tak lagi awas, rambutnya pun kian memutih. Ingin kupeluk beliau erat, seerat dulu aku digendong.

Aku anak yang nakal, yang kadang tak ingat pulang. Kupikir Tuhan begitu baik, ada aku diam di rumah. Kulihat kerut pada keningnya, masa depanku yang terpikirkan. Beliau duduk termenung tenang, mendoakanku di dalam hati. Beliau menatapku dengan sumringah, matanya seakan memberi perintah.

“Sini peluk ibu, selagi ibu masih bernafas!”